BAB I
A.
Latar Belakang
Berbagai
masalah yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia mulai dari masalah kemiskinan,
pengangguran, terorisme dan lain sebagainya. Menimbulkan suatu ataupun banyak
permasalahan. Salah satunya adalah rendahnya rasa Nasionalisme Bangsa
Indonesia. Memang itu tidak bisa dipungkiri, karena masyarakat lebih memilih
untuk kelangsungan hidupnya dari pada memikirkan hal-hal seperti itu yang
dianggapnya tidak penting. Padahal rasa nasionalisme itu sangat penting sekali
bagi bangsa Indonesia untuk bisa menjadi bangsa yang maju, bangsa yang modern ,
bangsa yang aman dan damai, adil dan sejahtera.
Itu berbanding terbalik dengan situasi yang terjadi pada sejarah bangsa Indonesia di masa penjajahan Belanda.
Itu berbanding terbalik dengan situasi yang terjadi pada sejarah bangsa Indonesia di masa penjajahan Belanda.
Bangsa
Indonesia mencapai puncak kejayaan rasa nasionalime pada masa tersebut. Dimana
pejuang-pejuang terdahulu kita bersatu dari sabang sampai merauke untuk membebaskan
diri dari tirani. Yang mana itu bisa terwujud jika adanya rasa nasionalisme
yang tinggi di masyarakat Indonesia. Dan telah terbukti kita bisa
memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia dengan semangat juang yang
tinggi. Tapi bagaiman dengan saat ini? Hal tersebut pun berpengaruh pada
ketahanan nasional bangsa ini. Dapat kita lihat aksi bom-bom di Negara
Indonesia ini seakan menjawab bahwa rendah sekali rasa nasionalisme kita hingga
kita bisa-bisanya merusak bangsa dan Negara kita sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian
nasionalisme bangsa?
2.
Sejarah
lahirnya nasionalisme?
3.
Apa upaya
peningkatan rasa nasionalisme?
C.
Tujuan Pembahasan
Dari
rumusan di atas dapat disimpulkan beberapa tujuan penulisan sebagai berikut:
1.
Dapat lebih
mengerti tentang nasionalisme bangsa
2.
Mengerti
sejarah nasionalisme bangsa
3.
Mengetauhi
upaya peningkatan nasionalisme bangsa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Nasionalisme
Nasionalisme
merupakan bentuk pengkultusan kepada suatu bangsa ( tanah air ) yang
diaplikasikan dengan memberikan kecintaan dan kebencian kepada seseorang
berdasarkan pengkultusan tersebut, ia berperang dan mengorbankan hartanya demi
membela tanah air belaka ( walaupun dalam posisi salah ), yang secara
otomatis akan menyebabkan lemahnya loyalitas kepada agama yang dianutnya,
bahkan menjadi loyalitas tersebut bisa hilang sama sekali”.[1][1]
Nasionalisme
dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya
sendiri,sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap
seperti ini jelas mencerai-beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain.
Keadaan seperti ini sering disebut chauvinisme. Sedang dalam arti luas,
nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa
dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain
Sedangkan menurut Hans Kohn, Nasionalisme secara
fundamental timbul dari adanya National Counciousness. Dengan perkataan lain
nasionalisme adalah formalisasi (bentuk) dan rasionalisasi dari kesadaran
nasional berbangsa dan bernegara sendiri. Dan kesadaran nasional inilah yang
membentuk nation dalam arti politik, yaitu negara nasional.[2][2]
Jadi
Nasionalisme bisa di artikan sebagai sebuah faham yang membentuk loyalitas
berdasarkan kesatuan tanah air, budaya dan suku.
B.
Sejarah
Lahirnya Nasionalisme
Kebanyakan
teori menyebutkan bahwa nasionalisme dan nilai-nilainya berasal dari Eropa.
Sebelum abad ke-17, belum terbentuk satu negara nasional pun di Eropa. Yang ada
pada periode itu adalah kekuasaan kekaisaran-kekaisaran yang meliputi wilayah
yang luas, misalnya kekuasaan kekaisaran Romawi Kuno atau Kekaisaran Jerman di
bawah pimpinan Karolus Agung. Yang jelas, kekuasaan bergandengan tangan dengan
gereja Katolik, sehingga masyarakat menerima dan menaati penguasa yang mereka
anggap sebagai titisan Tuhan di dunia.Karena itu, kesadaran akan suatu wilayah
(territory) sebagai milik suku atau etnis tertentu belum terbentuk di Eropa
sebelum abad ke-17.
Di awal abad ke-17 terjadi perang
besar-besaran selama kurang lebih tiga puluh tahun antara suku bangsa-suku
bangsa di Eropa.Misalnya, perang Perancis melawan Spanyol, Prancis melawan
Belanda, Swiss melawan Jerman,dan Spanyol melawan Belanda, dan sebagainya.
Untuk mengakhiri perang ini suku bangsa yang terlibat dalam perang akhirnya
sepakat untuk duduk bersama dalam sebuah perjanjian yang diadakan di kota
Westphalia di sebelah barat daya Jerman.
Pada tahun 1648 disepakati
PerjanjianWestphalia yang mengatur pembagian teritori dan daerah-daerah
kekuasaan negara-negara Eropa yang umumnya masih dipertahankan sampai sekarang.
Meskipun demikian, negara-bangsa(nation-states) baru lahir pada akhir abad
ke-18 dan awal abad ke-19.
Negara bangsa
adalah negara-negara yang lahir karena semangat nasionalisme. Semangat nasionalisme
yang pertama muncul di Eropa adalah nasionalisme romantis (romantic
nationalism) yang kemudian dipercepat oleh munculnya revolusi Prancis dan
penaklukan daerah-daerah selama era NapoleonBonaparte.[3][3]
C.
Sejarah
Nasionalisme Bangsa Indonesia
Nasionalisme
Indonesia pada awalnya muncul sebagai jawaban atas kolonialisme.Pengalaman
penderitaan bersama sebagai kaum terjajah melahirkan semangat solidaritas
sebagai satu komunitas yang mesti bangkit dan hidup menjadi bangsa merdeka.
Semangat tersebut oleh para pejuang kemerdekaan dihidupi tidak hanya dalam
batas waktu tertentu, tetapi terus-menerus hingga kini dan masa mendatang.
Salah satu perwujudan nasionalisme adalah dibentuknya Boedi Oetomo pada tahun
1908, yang menjadi awal kebangkitan nasionalisme bangsa Indonesia oleh kaum
cendekiawan.
Selain berdirinya Boedi Oetomo, yang
menjadi tonggak perwujudan rasa nasionalisme bangsa Indonesia adalah semangat
Sumpah Pemuda 1928. Nasionalisme yang bertekad kuat tanpa memandang perbedaan
agama, ras, etnik, atau bahasa.[4][4]
D.
Bentuk-Bentuk
dari Nasionalisme
Nasionalisme
dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan(bukan
negara) yang populer berdasarkan pendapat warga negara, etnis, budaya,
keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan
teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.
Nasionalisme
Kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana
negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya,
"kehendakrakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula
dibangun oleh Jean-Jacques Rousseaudan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara
tulisan yang terkenal adalah buku berjudul DuContract Sociale (atau dalam
Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").
Nasionalisme Romantik (juga disebut
nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme
etnis dimana negara memperoleh kebenaran politiksecara semula jadi
("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat
romantisme.Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya
etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk
konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang
dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan
etnis Jerman.Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara
memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat
keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah
rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur
ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain
masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk
menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah
banyak rakyat Tawan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan
budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRC berpaham komunisme.
Prof. Hans Kohn, pakar sejarah
terkemuka abad ini, mengatakan bahwa paham yang tumbuh dalam masyarakat dan
mempunyai empat ciri yaitu:
1.
Kesetiaan
tertinggi individu diserahkan kepada Negara kebangsaan.
2.
Dengan perasaan
yang mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya.
3. Perasaan yang mendalam dengan
tradisi-tradisi setempat, dan
4. Kesetiaan dengan pemerintah yang
resmi.[5][5]
E.
Jenis-Jenis
Nasionalisme
Snyder membedakan empat jenis nasionalisme, yaitu:
1. Nasionalisme revolusioner, (terjadi di Perancis pada akhir abad ke18).
Untuk negeri yang dikatakan memiliki nasionalisme revolusioner, ketika elite politik sangat berkeinginan untuk melakukan demokratisasi, tapi lembaga perwakilan yang ada jauh dari memadai untuk mengimbanginya.
Untuk negeri yang dikatakan memiliki nasionalisme revolusioner, ketika elite politik sangat berkeinginan untuk melakukan demokratisasi, tapi lembaga perwakilan yang ada jauh dari memadai untuk mengimbanginya.
2. Nasionalisme kontrarevolusioner, (terjadi di Jerman sebelum Perang Dunia
I). Negeri yang bernasionalisme kontrarevolusioner, para elite politiknya
menganggap diri selalu benar dan untuk itu lewat lembaga perwakilan yang ada,
mereka menyerang pihak yang mereka anggap sebagai musuh atau melawan
kepentingan mereka.
3. Nasionalisme sipil, (merujuk pada perkembangan di wilayah Britania dan
Amerika hingga sekarang). Suatu negeri dikatakan memiliki nasionalisme sipil
ketika ia memiliki lembaga perwakilan yang kuat, dan juga para elite politiknya
memiliki kelenturan dalam berdemokrasi.
4. Nasionalisme SARA (diterjemahkan dari kata ethnic nationalism) (terjadi di
Yugoslavia atau Rwanda).SARA di sini merujuk pada akronim zaman Orde Baru, yakni
suku, agama, ras, dan antar golongan, yang sering kali justru ditabukan untuk
dibicarakan dalam negeri yang sangat plural ini. Dapat dikatakan nasionalisme
SARA jika para elite politik negara tersebut tidak menganut paham demokrasi,
dan mengekspresikan kepentingannya hanya untuk membela satu kelompok tertentu
lewat lembaga-lembaga perwakilan yang ada. Snyder memilah empat jenis
nasionalisme tersebut dan Ia membedakannya dari interseksi kuat atau lemahnya
lembaga perwakilan politik, dan lentur atau tidak lenturnya kepentingan elite
politik terhadap demokrasi.[6][6]
F.
Upaya Meningkatkan Rasa Nasionalisme
Inilah
beberapa upaya untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme.
1. Menggunakan produk-produk dalam negeri, karena hal ini dapat meningkatkan
kreatifitas bangsa untuk membuat sesuatu yang tidak kalah menarik dengan
produk-produk luar negeri dan akan menciptakan pendapatan ekonimi dikalangan
masyarakat.
2. Teruslah membuat suatu prestasi-prestasi yang membanggakan baik dalam
bidang science, olahraga, teknologi dan sebagainya, karena dengan prestasi
tersebut akan membuat negara ini disegani oleh negara-negara lain di dunia ini
dan bukan lagi dianggap sebagai negara para pecundang.
3. Jangan melupakan para pahlawan bangsa, karena kemerdekaan yang sekarang
kita nikmati adalah berkat mereka para pahlawan yang berjuang
BAB III
KESIMPULAN
Nasionalisme adalah sebagai sebuah
faham yang membentuk loyalitas berdasarkan kesatuan tanah air, budaya dan
suku.Sejarah nasionalismenya pun dan nilai-nilainya berasal dari Eropa. Sebelum
abad ke-17, belum terbentuk satu negara nasional pun di Eropa. Yang ada pada
periode itu adalah kekuasaan kekaisaran-kekaisaran yang meliputi wilayah yang
luas, misalnya kekuasaan kekaisaran Romawi Kuno atau Kekaisaran Jerman di bawah
pimpinan Karolus Agung. Yang jelas, kekuasaan bergandengan tangan dengan gereja
Katolik, sehingga masyarakat menerima dan menaati penguasa yang mereka anggap
sebagai titisan Tuhan di dunia.Karena itu, kesadaran akan suatu wilayah
(territory) sebagai milik suku atau etnis tertentu belum terbentuk di Eropa
sebelum abad ke-17.
Di sisi lain sejarah nasionalisme
bangsa indonesia di mulai saat kolonialisme
dan di tandai dengan Boedi Oetomo pada tahun 1908, yang menjadi awal
kebangkitan nasionalisme bangsa Indonesia oleh kaum cendekiawan. Selain
berdirinya Boedi Oetomo, yang menjadi tonggak perwujudan rasa nasionalisme
bangsa Indonesia adalah semangat Sumpah Pemuda 1928.
Upaya peningkatan jiwa nasionalisme
dapat di wujudkan dengan Menggunakan produk-produk dalam negeri, membuat
prestasi-prestasi yang membanggakan, Jangan melupakan para pahlawan bangsa.
0 comments:
Post a Comment